Menjarah di Jalanan, Mengkorupsi di Gedung Megah

News105 Dilihat

IPARI KOTA BENGKULU – Suatu sore, saya duduk di teras rumah bersama warga. Angin sepoi berhembus, kopi hitam mengepul, obrolan pun mengalir. Saya bersama warga lainnya, membicarakan naiknya harga kebutuhan pokok, sulitnya ekonomi, dan gaduhnya politik negeri.

Tiba-tiba seorang warga berkomentar,
“Kalau keadaan terus seperti ini, wajar saja orang marah sampai menjarah, Pak.”

Saya tersenyum, lalu menjawab dengan nada pelan, “Kalau kita menjarah karena marah, lalu apa bedanya kita dengan para koruptor? Mereka mengambil hak rakyat dengan cara licik di balik meja megah, sementara kita merampas hak orang lain karena emosi di jalanan. Sama-sama salah, sama-sama merugikan. Bedanya hanya tempat dan cara.”

Warga terdiam, suasana hening sejenak. Saya melanjutkan, “Hentikan amarah sesaat yang menenggelamkan akal sehat. Karena Allah sudah mengingatkan dalam Al-Qur’an: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)

Dan di ayat lain, Allah juga menegaskan:

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-A’raf: 56)

Ayat-ayat ini, jelas melarang mengambil yang bukan hak kita dan melarang merusak tatanan kehidupan. Baik korupsi di gedung megah maupun penjarahan di jalanan, keduanya sama-sama merusak kehidupan sosial dan menimbulkan kerugian bagi orang banyak.

Rasulullah SAW juga bersabda:

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari & Muslim)

“Artinya, ucapan dan perbuatan harus sama-sama dijaga, karena keduanya bisa menjadi sumber kebaikan atau sumber kerusakan.”

Indonesia adalah negeri yang indah. Kaya adat istiadat, budaya luhur, dan nilai agama yang menyejukkan. Jangan biarkan kekecewaan sesaat merusak persaudaraan.

Wakil rakyat yang sudah digaji rakyat wajib menjaga lisan dan amanah, sementara kita sebagai rakyat perlu menjaga kesabaran dan kehormatan.

Inilah peringatan bagi kita semua, menjarah di jalanan atau mengkorupsi di gedung megah, sama-sama merampas yang bukan haknya.

Jangan sampai emosi menenggelamkan akal sehat. Mari kita jaga negeri ini dengan hati yang sejuk, kata yang baik, dan sikap yang bijak. Karena Indonesia butuh kesejukan, bukan kobaran api.

Peristiwa penjarahan yang menimpa rumah seorang wakil rakyat baru-baru ini semoga menjadi pelajaran berharga.

Bahwa rakyat bisa marah bukan hanya karena lapar, tetapi juga karena tersakiti melihat para pemimpinnya hidup hedon, pamer kekayaan, dan jauh dari penderitaan rakyat kecil.

Semoga kejadian ini menggugah hati para wakil rakyat agar segera memperbaiki sikap, menata amanah, dan bekerja sungguh-sungguh memperbaiki keadaan negeri yang saat ini sedang diuji.

 

(Fatkur Rohman, M.Pd.I, Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kota Bengkulu, KUA Kecamatan Singaran Pati)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar

  1. Terimakasih pencerahannya pak, semoga negeri ini lekas membaik dan muncul pemimpin-pemimpin yang bisa mengayomi rakyatnya seperti sosok Umar Bin Khatab dll.